Oleh: Ahmad Kailani
Juli 2023, bisa jadi merupakan “bulan politik” bagi Prabowo Subianto. Sejumlah survei menempatkan bakal capres Partai Gerindra ini di posisi pertama.
Adagium “usaha tak mengkhianati hasil” tampaknya berlaku bagi Prabowo Subianto.
Bahkan, Prabowo Subianto yang sering disebut inisialnya saja, PS, boleh dikatakan merupakan bakal capres yang memiliki daya tarik politik menarik dan unik.
PS telah menjadi bakal capres yang paling aktif dan kreatif, baik dalam mencari maupun menjalin dukungan, dibandingkan dua figur yang saat ini menjadi kompetitornya. Bisa dikatakan juga, PS menjadi bakal capres yang paling sibuk dikunjungi dan mengunjungi tokoh-tokoh dan partai politik lain.
Ada tiga faktor yang menjadi daya tarik politik PS, yang membuatnya menjadi “leader dan trendsetter” dalam “pergulatan” pembangunan politik bakal capres. Pertama, PS merupakan satu-satunya bakal capres yang posisinya saat ini menjadi ketua umum partai, yaitu Ketua Umum DPP Partai Gerinda.
Dalam tiga kali pemilu seperti kita ketahui, Partai Gerindra bukanlah “partai nol koma”, atau partai lini tengah. Sebaliknya Partai Gerindra adalah partai dengan pencapaian suara terbanyak kedua setelah PDI-P pada Pemilu 2019, meski kursi di DPR RI kalah tipis dengan Golkar.
Dengan posisi sebagai Ketua Umum DPP Partai Gerindra, PS punya kendali atas semua langkah politiknya. Ini merupakan daya tarik politik yang tiada bandingnya.
Terlebih gerak politik PS juga dinamis, semua kekuatan sosial dan politik dirangkulnya. Bahkan dalam banyak hal, isu agama dan nasionalis seperti mencair dalam satu kali kayuh, bak pepatah sekali kayuh isu agama dan nasionalisme terlampaui.
Misalnya pada hari Ahad lalu menerima dukungan Partai Bulan Bintang (PBB), partai dengan basis Masjumi paling sahih. Selang dua hari berikutnya, seperti tanpa lelah mendatangi markas Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Padahal seperti kita tahu, salah satu pentolan PSI, Ade Armando dianggap sering “menghina” Islam.
Santer terdengar kabar, tidak lama lagi Partai Golkar yang pernah sangat berkuasa di era Orde Baru, dengan suara bulat disinyalir juga akan memberi dukungan kepada PS. Dengan posisi seperti ini komando benar-benar berada di tangan ketua umum partai.
Kedua, PS merupakan bakal capres dengan jam terbang terbanyak dalam pengalaman menjadi calon Presiden. Jika dihitung dengan pencapresan tahun 2024, sudah hampir 20 tahun PS ikut bertarung dan berlatih untuk maju menjadi Presiden RI. Dari banyaknya pengalaman sebagai Capres jejaring politik PS bertambah dan menguat.
Tentu merapat dan menjauhnya parpol banyak dipengaruhi oleh kalkulasi politik masing-masing. Namun “chemistry politik” tidak bisa dibangun dalam satu malam. Jadi, di tangan orang yang tepat, jam terbang akan memberi dampak yang signifikan bagi yang memilikinya termasuk dalam dunia politik.
Ketiga, secara personal tidak ada “cacat politik” yang dimiliki PS yang berpotensi memicu kehancuran politiknya. Tidak ada skandal yang dilakukan PS sejak ia terjun sebagai politisi. Bahkan jejak digital mengungkap sebaliknya, PS dengan telaten telah banyak menarik masuk anak-anak muda yang berpotensi ke dalam arena politik, sebut saja Presiden Jokowi, Anies Baswedan, Ahok dan lainnya.
Tidak hanya itu keputusan PS yang bersedia bergabung dalam Kabinet Jokowi pada tahun 2019 juga bukan tanpa ada resiko. Bersedianya PS sebagai Menteri Pertahanan, telah membuat kecewa para pendukung potensial PS yang diduga berpindah mendukung Anies Baswedan.
Berdasarkan 3 faktor tersebut, maka sulit dihindari telah memberi dampak yang sangat signifikan bagi peningkatan suara PS. Daya tarik politik PS dalam Pilpres 2024 ini bisa jadi akan terus meningkat seiring dengan semakin dekatnya pelaksanaan Pemilu 2024.
Dengan posisi ini, maka faktor dukungan Jokowi akan bersifat menyempurnakan munculnya PS sebagai Presiden, tentu catatan ini kita tunggu hasilnya pada tahun 2024.
Dengan kata lain, dalam diri PS, Jokowi bukanlah satu-satunya faktor kalah-menang. Bagi PS, Jokowi merupakan faktor keempat jika kelak terpilih menjadi presiden.