MENTRA, Jakarta – Forum Silaturahim Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana Indonesia (FORSI HIMMPAS Indonesia) menggelar Konsolidasi Nasional dalam rangka mengawal isu pendidikan dengan tema “Indonesia Darurat Komersialisasi Pendidikan” via Zoom Meeting pada Sabtu (01/06/2024).
Konsolidasi Nasional Forsi Himmpas Indonesia dihadiri oleh Ketum KAMIL Pascasarjana ITB, HIMMPAS UPI, KOMMPAS UNPAD, HIMMPAS UPI, KIPASCA UNDIP, HIMMPAS UNY, HIMMPAS UGM dan Perwakilan Bidang Akademik dan Profesi dari masing-masing HIMMPAS se-Indonesia.
Gusti Rian, selaku Kabid Akademik dan Profesi FORSI HIMMPAS Indonesia sekaligus menjadi pemantik konsolidasi menjelaskan betapa pentingnya agenda tersebut.
“Konsolidasi Nasional ini dilaksanakan atas dasar tiga landasan. Pertama, buruknya sistem pendidikan nasional kita hingga hari ini, terkhusus sistem pendidikan tinggi. Kedua, problem sistemik UU No. 12 Tahun 2012 dan PP No. 4 Tahun 2014 yang memuat pasal tentang PTN-BH. Salah tafsir implementasi peraturan inilah yang menjadi akar utama komersialisasi pendidikan kita hari ini. Ketiga, FORSI HIMMPAS Indonesia perlu untuk merespon secara objektif terkait isu ini agar masa depan pendidikan Indonesia dapat diselamatkan,” jelasnya.
Kabid Gusti, menambahkan, naiknya UKT di beberapa kampus di Indonesia akibat buruknya kebijakan Nadiem Makarim yang mengeluarkan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Menurutnya hal itu hanyalah bagian kecil dari segudang masalah komersialisasi pendidikan.
“Permasalahan pendidikan pada hari ini merupakan salah satu isu yang perlu diperhatikan bersama. Fenomena naiknya UKT itu sejatinya bukanlah akar dari komersialisasi pendidikan,” tambahnya.
Gusti melanjutkan, bahwa itu hanya masalah kecil yang kebetulan naik kepermukaan atas dasar ketidakpahaman salah satu pejabat Kemendikbud-Ristek terhadap sejarah fundamental pendidikan Indonesia.
“Sehingga ketika Permendikbud terkait UKT itu dicabut, tidak serta merta dapat menyelesaikan permasalahan komersialisais pendidikan hari ini,” lanjutnya.
Lanjut, Ketua Umum FORSI HIMMPAS Indonesia, Ahmad Syauqi, selaku keynote speech mengatakan bahwa konsolidasi nasional lahir atas dasar keresahan terhadap isu komersialisasi pendidikan hari ini dan respon mahasiswa pascasarjana perlu dipertanyakan.
“Sebagai mahasiswa pascasarjana, melalui FORSI HIMMPAS Indonesia, kami mencoba membagikan keresahan bersama dalam isu pendidikan ini dengan perspektif lebih. Isu ini layak untuk diperjuangkan dan keluarkan sikap agar dapat membawa perubahan yang lebih baik untuk pendidikan kita,” ujarnya.
Ketum Syauqi, menambahkan bahwa isu pendidikan harus dikawal dan diprioritaskan. Mengingat pada amanat UUD 1945 yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari terbentuknya Negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Oleh karenanya, kita perlu untuk mewujudkannya bersama dengan menjadikan pendidikan sebagai isu yang harus dikawal dan diprioritaskan bersama,” tambahnya.
Syauqi, melanjutkan bahwa pendidikan berkualitas layak diberikan kepada generasi penerus agar cita Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.
“Kita sama-sama tahu bahwasannya bonus demografi yang akan dirasakan Indonesia pada tahun 2045. Apakah bisa menjadi bonus atau malah menghancurkan, karena SDM tidak diperhatikan. Alih-alih mengutamakan pendiidkan berkualitas, yang ada hanyalah kekuasaan, uang dan hal materil lainnya yang jauh lebih diprioritaskan,” lanjutnya.
Ketum Forsi HIMMPAS Indonesia, menyebutkan, tentang perlunya mengingatkan kepada pemerintah bahwa mempersiapkan generasi selanjutnya jauh lebih penting. Sebab pemudalah yang akan menduduki kursi-kursi masa depan menuju Indonesia Emas 2045.
Sejalan dengan itu, Ketua KOMMPAS UNPAD, Dita Nuriyah, menyebut naiknya UKT di beberapa kampus merupakan muara dari kebijakan PTN-BH.
“Merespon isu pendidikan yang terjadi agar semakin sadar terhadap isu-isu pendidikan yang sedang beredar. Beberapa PTN-BH yang baru merintis untuk mendirikan badan usaha memerlukan modal salah satu cara untuk mendobrak modal dari UKT, salah satu masalah selama ini,” katanya.
Sementara, Ketua HIMMPAS UGM, Azmul Pawzi, menarik untuk ditelisik. Menurutnya, dirinya setuju soal kebijakan industrialisasi pendidikan. Namun, implementaisnya diterapkan secara parsial dan hanya berlaku pada PTN yang mampu dan kompeten saja.
“Respon isu indrustrialisasi pendidikan di Indonesia terutama kampus PTN-BH diberikan ruang luas dalam pengelolaan keuangan secara mandiri memang mempunyai keunggulan khusus, akan tetapi secara implementasi sebaiknya hanya diterapkan pada sebagian kampus yang mampu dan siap bersaing saja. Agar sesuai dengan kebutuhan mahasiswa yang ada pada kampus tersebut,” ungkapnya.
Konsolidasi tersebut diawali dengan ekplotasi masalah dan diakhiri dengan perumusan belasan tuntutan. Adapun tuntutan yang lahir dari pertemuan tersebut sebagaimana berikut:
1. Mendesak pemerintah untuk melakukan reformulasi istem pendidikan nasional yang sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan hak pendidikan.
2. Mendorong semua elemen masyarakat untuk menegakkan keadilan pendidikan dan pendidikan yang berkeadilan.
3. Mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) untuk menghadirkan pendidikan yang inklusif, ramah anak dan ramah biaya untuk semua kalangan.
4. Mendesak Pemerintah untuk melakukan pengkajian ulang terkait pendanaan pendidikan tinggi.
5. Mendesak pemerintah untuk melakukan optimalisasi pendidikan tinggi, terutama pendidikan pascasarjana.
6. Mendorong pemerintah untuk berpegang teguh pada amanat UUD 1945, dengan memberikan perhatian lebih kepada pendidikan tinggi untuk semua kalangan.
7. Industrialisasi Pendidikan dalam bentuk PTN-BH perlu dikaji dan diterapkan secara parsial hanya untuk kategori PTN yang mampu dan kompeten.
8. Merevisi UU Pendidikan Tinggi No. 12 Tahun 2012 tentang PTN-BH sebagai dalang komersialisasi pendidikan.
9. Mendesak Presiden Jokowi untuk Memberhentikan Nadiem Makarim.
10. Mengevaluasi secara komprehensif implementasi anggaran pendidikan.
11. Mendesak Presiden Jokowi untuk mengevaluasi arah kebijakan realisasi anggaran pendidikan di Kemendikbud-Ristek.
12. Mendorong penyelenggaraan pendidikan yang berbasis kompetensi sesuai dengan bidangnya masing-masing (Miritokrasi).