Oleh : Bachtiar S. Malawat
Sejak kelahirannya 1947, Pelajar Islam Indonesia bukanlah sebuah organisasi yang berdiri karna asal-asalan, namun, PII berdiri atas satu perenungan panjang, muhasabah yang dilakukan oleh ayahanda M Joesdi Ghazali. Organisasi ini didirikan dengan tujuan besar, pertama sebagai alat perjuangan rakyat dalam menjaga keutuhan NKRI yang kedua menjaga nilai-nilai keislaman sebagaimana yang tertulis dalam QS Ali Imran 103.
Setidaknya dua tujuan inilah yang diperintahkan joesdi ghazali untuk tetap menjaga PII karna ummat. Waktu itu, Indonesia sedang berada pada situasi yang menentukan. Perjuangan panjang mengusir kolonialisme yang ditandai dengan proklamasi terancam sia-sia.
Colonial Belanda tidak terima dan berusaha merebut kembali Indonesia dan menolak kemerdekaan yang sudah di deklarasikan. Pelajar islam Indonesia ambil bagian dari pusaran sejarah mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya berbuah pada wacana melainkan gerakan sampai turun ke jalan.
PII Bergabung dengan barisan TNI, Hizbullah Sabbilah, Tentara Pelajar dan Aangkatan Perang Sabil. Gerakan keberpihakan PII juga dilakukan saat terlibat dalam gerakan pemberontakan PKI di madiun sehingga menewaskan salah satu kader brigade PII Suryo Sugito.
Berkenan dengan kolonialisme yang kemudia terjadi lagi agresi mileter II pada desember 1948 secara sikap PII menegaskan untuk turut terlibat perang semata-mata untuk menjaga NKRI. Hal ini kemudian terjadi penagkapan terhadap ketum PB PII Ridwan Hasyim dan dijadikan tawanan belanda selama 9 bulan di malang dan kader PII lainnya ditangkap dan dimasukan ke penjara Belanda.
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa PII adalah organisasi pelajar yang anti penjajah, olehnya untuk mencapai kesempurnaan pendidikan maka segala penindasan, peraampasan ruang hidup, ketidakadilan, ekspolitasi, serta kekerasan haruslah ditumbangkan.
Selaras dengan yang diamantlkan konstitusi kita hari ini bahwa segala penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Soekarno dalam “Indonesia Menguggat” menegaskan bahwa siapapun Negara yang mencampuri urusan ekonomi politik Negara lain adalah Imperialis.
Imprealis adalah sifat buruk, nafsu, atau system yang ingin menguasai serta mempengaruhi ekonomi atau bangsa Negara lain bagaimanapun caranya, inilah yang terjadi di Negara kita saat ini. Investasi besar-besaran ditanamkan, industry didirikan, sedangkan keuntungannya mengalis ke kantong-kantong investor.
Baik swasta maupun Negara dan rakyat hanya mendapatkan dampak buruk dari aktivitas industry hari ini, sudah banyak pertambangan di Indonesia yang membawa bencana bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia.
Saat ini, ditengah usia PII yang semakin tua, Negara kita belum terlihat akan mengarah pada tujuan kemerdekannya. Ibarat kereta api, Negara ini telah keluar jauh dari lintasannya. Korupsi makin menggurita, anggota dewan makin kekanak-kanakan, sumberdaya alam diekspolitasi, kerusakan lingkungan dimana-mana, ketimpangan penguasaan agraria, pendidikan makin mahal, kesehatan berbayar dan masih banyak persoalan lain yang harus dikerjakkan.
Pada konteks Negara tidak baik-baik saja, maka menafsirkan keberadaan PII Menjadi teramat penting, bagaimanapun berbicara PII adalah juga berbicara tentang perjuangan bangsa ini. PII adalah bagian dari mata rantai perjuangan bangsa untuk menjadi lebih baik.
Sedari awal PII memang ditunjuk untuk hal ini, bukan untuk PII sendiri sebagaimana tujuan PII Kesempurnaan Pendidikan dan Kebudayaan Yang Sesuai Sareat Islam Untuk Segenap Rakyat Indonesia dan Ummat Manusia, Dengan kata lain, PII adalah alat perjuangan bagi seluruh ummat manusia sebagaimana yang telah dituliskan juga dalam Falsafah Gerakan PII- Catur Bakti PII tentang PII Sebagai Alat Perjuangan. Hal inilah yang menajdi kefokusan dan keberpihakan PII hari ini.
PII Untuk Masyarakat
PII secara organisatortis mengandalkan watak Indenpendensi organisasi dalam mengemban peran perjuangan baik melalui dinamika internalnya maupun eksternalnya. Ketika memperjuangkan sifat independennya PII tidak akan pernah terpengaruh apalagi tunduk dan patuh pada perintah atau intervensi kekuasaan, material, kuasa modal, atau kepentingan lain yang tidak berpihak terhadap masyarakat.
Secara sikap tegas secara organisasi PII memperbiasakan diri hanya untuk tunduk dan patuh pada kebenaran dan keadilan yang ditimbang berdasarkan konstitusi dan hukum hirarki perjuanganya.
PII tidak bergerak dalam politik praktis apalagi partisipan maupun simpatisan, secara tegas harus saya sampaikan bahwa kepada masyarakatlah PII kembali. Masyarakat telah menjadi bagian dari Induk perjuangan PII hari ini.
Usaha-usaha yang dilakukan PII lama ini hanya untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, cerdas dan berwibawah serta berahlak dan beriman, hal ini kemudian dirumuskan dalam konstitusi PII Anggaran Dasar BAB III Pasal 7 tentang Usaha-usaha PII dalam melakukan perjuanganya.
Selain itu, juga perlu ditegaskan lagi dalam Hirarki Khittah Perjuangan tentang garis kebijakan terhadap keumattan bagian j: Bahwa atas dasar kemanusiaan, Pelajar Islam Indonesia menjadi solusi dalam memberikan kemanfaatan bagi masyarakat sebagai lembaga yang menyelesaikan masalah pendidikan dan kebudayaan dari berbagai kondisi. Bisa disimpulkan bahwa takaran perjuangan PII adalah bentuk pembebasan terhadap rakyat dalam lingkaran penindasan.
Sejauh keberlangsungan hidup rakyat Indonesia, telah sampai pada saat yang berbahagia, sebuah kegelapan panjang telah dilewati oleh rakyat pertiwi bertahun-tahun lamanya. Kini kembali hidup dalam pusaran kuasa kapitalisme, negeri ini kejam jika membaca sikap keberpihakan negara, sesuai yang telah saya sebutkan di awal.
Bahwa Imprealis adalah sifat buruk, hari ini masyarakat dihadapkan degan maslah serupa tapi tak sama, dimana hak-hak pendidikan serta keadilan pendidikan menjadi tanda tanya besar, Eko Prasetyo dalam Orang Miskin Dilarang Sekolah, bahwa wajah pendidikan Indonesia telah dikapitalisasi, untuk apa kuliah hukum, jika pada ujungnya hukum bisa dibeli, untuk apa kuliah kehutanan, jika pada ujungnya hutan habis ditebangi.
PII sebagai organisasi telah mengambil bagian dari ketimpangan yang ada, pendidikan dan kebudayaan sebagai isu strategis dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada konteks ini PII memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam pemetaan pendidikan yang ada di Indonesia, PII menjadi garda terdepan untuk kemaslahatan ummat.
Indonesia mencakup kawasan yang sangat luas, kader PII terpencar hampir diseluruh penjuru Indonesia. Kelompok yang kritis dan ivoatif ini telah banyak melakukan pembelaan terhadap masyarakat, bahkan hingga memasuki usianya yang semakin tua, eksistensi PII selalu hidup bersama garis keberpihakannya dan telah berkolaborasi maupun menjadi oposisi bagi pemeritah dalam upaya mengawal kewarasan pendidikan yang ada di Indonesia.
Kemampuan ini dibagun pada karakter atau kepribadian yang dimiliki kader PII yang secara terstruktur di atur oleh konstitusi PII. Bahwa insyaf dan sadar akan tanggung jawab akan membawa pribadi kader yang lebih memahami arti keberpihakan.
Murtadha Muthahari dalam “Falasafah Agama dan Kemanusiaan” Mengatakan bahwa, Menurut islam, pada wal periode setelah kelahirannya manusia mempunyai kecendurungan-kecendurungan potensial tertentu, dan manusia ingin mewujudkan kecendurungan-kecendurungan tersebut.
Fase nonmental atau benih aspek kemanusiaan ini kemusian akan turut terbangun dan berkembang menjadi naluri manusia, kemudian menjadi hati nurani alamiah dan sifat manusiawinya. Sehungga kemampuan kader PII hari ini merupakan pilihan-pilihan individu untuk berdiri.