Oleh : Bachtiar S. Malawat
Dalam upaya memberi kontribusi serta menjaga keutuhan terhadap kemerdekaan Indonesia, ummat islam dalam bimbingan tuhan yang maha esa mendapatkan restu oleh megara untuk memperjuangkan misi keislaman.
Pelajar Islam Indonesia sebagai wadah perjuangan ummat islam upaya merawat dan menjaga ummat yang terpecah pasca kemerdekaan. Berlandaskan pada alquran dan hadis sebagai kilbat perjuangan, PII telah banyak merintis serta menebar hal-hal baik disepanjang perjalananya.
Hingga kini memasuki usianya ke 76 tahun, PII terus berkomitmen untuk berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai yang diamanatkan uud 1945. Sejak didirikan pada 1947 dengan tujuan “Kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan syariat islam bagi segenap ummat islam dan rakyat Indonesia”.
PII merumuskan komitmen dalam khitah perjuangan yang berkomitment pada kepelajaran keislaman juga keindonesiaan. Hal ini juga memberi bukti bahwa PII menjadi wadah sekaligus pelopor dan penggerak dalam menjaga misi NKRI serta turut andil dalam masalah keummatan.
Berjuang adalah berkompetisi dan berkonstribusi atas kenhendak yang berpihak, kata Marx dalam memperjuangkan penindasan dan ketidakadilan perlu adanya partai alternatif yang mencegah legitimasi kekuasaan yang tak berpihak terhadap rakyat. Olehnya PII bisa dibilang sebagai partai alternatif berbasis organisasi. Atas perjuangan yang ditempu PII telah banyak merintis jalan perubahan yang berpihak terhadap kemaslahatan ummat manusia.
Dalam melihat perjalanan organisasi tercinta Pelajar Islam Indonesia rasanya telah banyak mengalami degradasi, kesunyian serta ketimpangan atas konflik internal yang terjadi rasanya PII diujung kefakuman. Disinilah titik balik perenungan panjang atas dosa dan kejahatan yang kita lakukan.
Kemerdekaan bukan tentang kebebasan hidup, kebebsan menyampaikan pendapat, kemerdekan adalah kebahagian yang tetesanya tak pernah henti. PII sebagai bentuk kebaahagiaan ummat untuk negeri ini, disana ada cinta, kedamaian dan harapan orang banyak olehnya terlalu bajingan jika lari dari masalah untuk meniggalkan tangisan yang meriam di nusantara.
Membaca PII adalah membaca Indonesia ribuan perjuanggan sejak 1947 hingga saat ini hanya untuk menduniakan indonesia. Namun bagaimana jika kita yang tidak mengindonesia untuk PII?.
Dalam lintasan sejarah, PII sebagai organisasi pelajar tertua yang memberi hidup dan melahirkan pikiran-pikiran rayat tertindas atas kehidupan yang tidak baik-baik saja. Usaha pembinaan yang dilakukan PII lama ini hanya untuk memanusiawikan insani yang memeliki wawasan intelektual, spritual serta tanggung jawab sosial.
Kecakapan bertidak sebagai penggerak ummat islam serta arah perjuangan yang jelas dan dibariringi dengan daya kritis membawa PII menjadi satu-satunya organisasi pelajar yang konsisten mengawal masalah pendidikan dan kebudayaan. Dalam melihat pertantangan class yang terjadi, antara kaum borjuasi dan kaum proletar.
PII seharusnya memposisikan keberpihakan dalam upaya menebas kezoliman dan ketidakadilan di negeri ini, banyak sekali ketimpangan yang dirasakan oleh kaum buruh terutama dalam sektor pendidikan yang dijadikan konsen perjuangan PII, Rafani Tuahuns (Ketum PB PII 2021-2023) dalam bukunya memilih Indonesia (2023) mengatakan bahwa “PII itu bukan sekedar organisasi kader yang membina kadernya, tapi organisasi yang berpihak kepada kelompoknya yang dibela,”.
Masalah berpihak kepada kelompok yang dibela PII saat ini belum menemu titik kejelasan, PII dalam menghadapi tantangan di era post moderen mengalami berbagai permasalahanya sendiri, dibandingkan dengan PII era 90-an PII terus melakukan inovasi dan gerakan-gerakan revolusioner untuk memperjuangankan cita-cita PII. Era ini PII sering mengurusi masalah dapur yang tidak prioritas dan mendesak sesuai yang diajarkan konstitusi organisasi.
Hal ini yang memicu praktik prostitusi organisasi dalam tubuh PII itu sendiri yang sering menghalangi kemajuan organisasi. Melihat dari daya pikir kader PII baik tingkatan eselon PK sampai ke PB sebagian masih pragmatis dalam menyikapi problem, Indonesia sebagai sebuah negara yang majemuk didalamnya terdapat sistem demokrasi yang utuh olehnya arah keberpihakan PII mesti temui titik kejelasan yang real secara aktualisasi, gerakan-gerakan ekstra parlemen yang memperjuangkan keberpihakan sudah semestinya dilakukan untuk tercapainya tujuan kesempurnaan pendiidkan dan kebudayaan yang mengindonesia.
Meyetir kalimat dari presiden pakistan bahwa kejayaan (Kemenagan) hanya dapat dicapai dengan kualitas. Tentu kualitas menjadi satu syarat penting apalagi dalam mengemban amanah sebagai pembawa misi. Kader sebagai subyek yang mandiri yang hidup sebagai masarakat ilmiah ditengah gersang kehidupan bmasyarakat moderen. Keberanian dan kecerdasan menjadi muatan untuk bergerak, sejauh ini PII telah banyak menghasilkan pemikir pemikir hebat yang berdiaspora. Akankah konsistensi merawat pikiran masih terus berlanjut?.
Jawabannya tergantung pada individu yang sadar akan tanggung jawab. Pada realiats kondisi PII kekinian telah mengalami degradasi, rekam jejek perjalanan kecerdasan kader menurun, hal ini dibuktikan dengan minimnya responsifnya terhadap banyak isu pendidikan yang bertebaran di seantero indonesia, tidak kritis menelah permasalahan dan tidak bijaksana dalam mengambil keputusan secara kolektif.
PII adalah wujud nyata kemerdekaan ummat islam, sejatinya PII adalah organisasi kader yang memerdekakan pikiran untuk menjalankan misi, kafakuman bisa saja terjadi manakala kemerdekan berpikir telah runtuh dan misi dijalankan oleh orang-orang yang tidak berkualitas, sementara kualitas yang menjadi syarat kemenagan telah hilang dalam diri seorang kader, ini juga telah terjadi dalam tubuh PII, sudah begitu banyak kader lanjutan Advanced training yang sepasca training hingga saat ini bingujg sebab tidak tahu harus berbuat apa, belum lagi struktural yang dipimpin oleh orang-orang yang krisis gagasan dan pengalaman akan mempengaruhi pada keberpihakan PII, ini telah terjadi dibeberapa eselon daerah maupun wilayah.
Ini menjadi bukti nyata bahwa PII mengalami kemunduran kualitas secara perlahan. Lebih behaya jika tidak secepatnya di atasi, sebab kegagalan dari sebauh organisasi ialah mencetak kader yang krisis wawasan dan akan berkempanjagan pada kriris kepemimpinan, fenomena ini. Ini telah terjadi dibeberapa pengurus wilayah PII yang ada di indonesia yang kerap masalah ke-PII-annya sering berasaskan pada kondisional. Maka saya tidak bisa membayangkan PII dalam 10 tahun kedepan apakah tinggal nama atau masih bertahan.
Masalah prostitusi organisasi menjadi penanda bahwa organisasi sedang tidak baik-baik saja, sebab dampak dari penyakit tersebut akan terbawa keluar pada aktivitas esktra organisasi yang seharusnya memberi perlawanan terhadap pemerintah dan menjadi pelopor serta penggerak dalam ketimpangan negara justru mala sebalikya.
Akan terjadi patronpolitik antara PII dengan pemerintahan yang akan mempengaruhi siklus perjuangan PII dalam menjalankan misi, keberpihakan akan menjadi tanda tanya sebab ketakutan yang memperpanjang garis-garis kebodohan dalam diri kader.