MENTRA, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan sistem reward dan punishment guna mendorong pertumbuhan bursa karbon. Langkah ini diharapkan mampu memperkuat ekosistem yang mendukung pengembangan bursa karbon serta pencapaian target net zero emission.
“Ini contoh bagaimana kita bisa mencapai net zero emission dengan sistem reward dan punishment, seperti melalui bursa karbon dan penentuan batas atas emisi industri,” ungkap Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, dalam CNBC Market Outlook 2024 di Jakarta, Kamis (15/2/2024).
Dengan penerapan sistem reward dan punishment serta penetapan batas atas emisi, industri dituntut untuk mengurangi tingkat emisi mereka. Jika tidak, mereka dapat dikenai sanksi, misalnya, dengan mengurangi emisi hingga 80 persen. Menurunkan tingkat emisi ini membutuhkan pengembangan teknologi yang memerlukan investasi yang tidak sedikit.
Bagi industri yang belum mampu menurunkan emisi mereka, membayar pajak karbon atau membeli unit karbon di bursa karbon bisa menjadi alternatif untuk menghindari sanksi. “Jika biaya teknologi terlalu tinggi, industri bisa memilih untuk membayar pajak karbon atau membeli unit karbon di bursa karbon,” jelas Inarno.
Pengembangan ekosistem karbon ini memerlukan dukungan dari semua pihak terutama para pelaku utama di pasar. “Kita sebagai penyelenggara bursa karbon mengurus secondary market-nya, sementara primary market-nya, seperti KLHK dan instansi terkait,” tambahnya.
Meskipun bursa karbon diluncurkan pada September 2023, untuk mencapai target net zero emission 2060, perlu ada pembangunan ekosistem yang menyertainya. “Dibutuhkan kerja sama kolektif untuk membangun ekosistem ini,” tegasnya.
OJK optimis bahwa transaksi di bursa karbon akan mengalami pertumbuhan pesat tahun ini. Optimisme ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk peningkatan transaksi unit karbon dari skema karbon kredit atau SPEGRK serta potensi penambahan unit karbon dari skema allowance.